Jakarta ( Indonesia Mandiri ) – Sebuah penyelidikan atas tenggelam tewasnya 2 Anggota Navy SEAL baru-baru ini dibuka ke publik, peristiwa in...
Jakarta (Indonesia Mandiri) – Sebuah penyelidikan atas tenggelam tewasnya 2 Anggota Navy SEAL baru-baru ini dibuka ke publik, peristiwa ini terjadi saat misi menyergap sebuah kapal yang mengangkut senjata illegal buatan Iran ke Yaman, terungkap kekurangan latihan yang signifikan dan kesalahpahaman tentang bagaimana bereaksi disaat terjatuh kedalam perairan yang dalam, dan berombak besar menjadi kesimpulan yang mendasari tragedi tersebut.
“If you fail to plan, you’re planning to fail”
-Benjamin Franklin-
47 detik? Ya betul sejak misi tersebut dipantau secara realtime oleh Drone dan 2 buah Helikopter yang terbang mengitari 200 kaki (66 Meter) diatas pasukan yang melaksanakan misi penyergapan tersebut.
Insiden tersebut terjadi pada 11 Januari 2024, sebuah dhow yang bergerak lambat yaitu kapal kargo tradisional sedang berlayar di Laut Arab lepas pantai Somalia. Pihak Intelijen memperkirakan kapal tersebut mengangkut senjata buatan Iran, termasuk komponen rudal balistik dan rudal jelajah, yang ditujukan untuk Militan Houthi di Yaman.
Menindak-lanjuti informasi Intelijen ini Pihak Militer Amerika berencana menyergap senjata ilegal tersebut saat masih berada diperairan internasional (ini berarti bergerak diwaktu malam hari), 2 Helikopter dan Drone menyediakan dukungan pengintaian dari udara untuk misi penyergapan tersebut.
Tim VBSS Visit, Board, Search & Seizure berangkat dari Kapal USS Lewis B. Puller menaiki 3 speedboat yang dikhususkan, Tim Navy SEAL yang ditugaskan masuk, geledah dan kuasai kapal kargo tersebut terdiri dari 9 orang termasuk Navy SEALs Christopher J Chambers dan Nathan Gage Ingram menaiki kapal kargo tersebut di kegelapan malam.
Saat mencapai kapal sebuah tangga taktis ringan dilempar-kaitkan ke pagar kapal saat tangga taktis terpasang dan dinyatakan “mengait dengan sempurna” sebagai tanda kepada tim VBSS untuk bersiap menaiki kapal penyelundup tersebut, meskipun tangga taktis tersebut sudah terpasang dengan aman beberapa Anggota Navy SEALs memilih untuk memanjat langsung melalui pagar kapal dhow, dilaporkan kemudian permukaannya dek terasa licin, seperti baru dicat.
Dua orang Navy SEALs terakhir yang bersiap menaiki kapal dhow tersebut adalah Chambers dan Ingram. Chambers adalah Juara Renang saat SMA tingkat negara bagian dan berkompetisi untuk Universitas Massachusetts Amherst dan Universitas Maryland, memutuskan untuk tidak menggunakan tangga dan melompat menjangkau pagar kapal dhow.
Bagaimanapun, Chambers memakai perlengkapan seberat 48 lbs (21,7 Kg), saat ombak besar mulai menghantam dengan keras sisi kapal, perlengkapan seberat 21,7 Kg segera membuat Chambers kewalahan dan membuatnya terlepas pegangan dan terjatuh ke permukaan air ±3 meter kebawah.
Meskipun Chambers dengan cepat mengapung kembali dan berusaha menjangkau tangga, rekaman udara yang dikaji ulang saat investigasi memperlihatkan Chambers segera hilang tersapu gelombang ombak yang besar.
Melihat rekannya yang dalam kesulitan, Ingram segera melompat kepermukaan laut untuk menyelamatkannya. Bagaimanapun Ingram yang memakai perlengkapan seberat 80 lbs (36,2 Kg) termasuk ransel radio juga kesulitan untuk bertahan mengapung dan sebagaimana Chambers, Ingram pun dengan cepat tenggelam kebawah permukaan laut.
Laporan militer yang banyak diedit (dibaca: disensor), yang ditulis oleh seorang perwira di luar Komando Perang Khusus Angkatan Laut, menyimpulkan bahwa kematian kedua orang tersebut sebenarnya bisa dihindari.
Chambers dan Ingram terbebani oleh peralatan dan perlengkapan yang berat saat mereka mencoba naik ke kapal target. Peralatan pelampung darurat mereka terbukti tidak mampu menahan beban tambahan, sehingga menyebabkan mereka tenggelam dengan cepat di lautan dengan ombak besar (kemungkinan Sea State 4-6).
Lebih jauh lagi, laporan tersebut menyebutkan pelanggaran kritis dalam pelatihan mereka, dan mencatat “kekurangan, kesenjangan, dan inkonsistensi” dalam kebijakan, taktik, dan prosedur. SEAL tidak sepenuhnya memahami atau mengabaikan peringatan tentang keterbatasan perangkat apung emergency mereka.
Tinjauan tersebut juga menyoroti kebingungan mengenai kapan dan bagaimana menggunakan perangkat pengapung dan daya apung emergency, yang dapat membantu SEAL tetap bertahan mengapung. Kecelakaan tragis tersebut mengakibatkan kedua operator hilang di laut ketika helikopter dan drone yang berputar-putar di atas, tidak mampu menyelamatkan mereka.
Temuan Komando Perang Khusus Angkatan Laut ini menyimpulkan penyelidikan selama sembilan bulan yang bertujuan untuk memahami bagaimana dua operator militer yang sangat terampil sekalipun dapat tenggelam dalam keadaan seperti itu.
Laporan ini menggarisbawahi perlunya reformasi pelatihan dan panduan operasional untuk mencegah tragedi serupa.
Catatan Editor
Sejak peristiwa tenggelam tewasnya dua personil Navy SEAL tersebut tidak terjadi baku tembak (guns fighting) maka peristiwa tersebut dapat dipandang sebagai Murni Kecelakaan Kerja. “Tidak ada suatu kecelakaan tanpa suatu sebab” (“There’s no accident without a cause”) ini adalah pakem yang mendasari setiap investigasi safety, namun dari setiap musibah (disaster) ada momen-momen kritis jam demi jam, menit demi menit dan detik demi detik yang terlewatkan tanpa upaya mitigasi yang memadai.
Berdasarkan pengamatan terbatas, kami mencoba merekontruksi momen-momen kritis (berikut hitung mundurnya) berdasarkan laporan tersebut :
- Informasi Pihak Intelijen tentang Kapal Kargo yang diperkirakan mengangkut senjata ilegal diterima. - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Rapat Pimpinan Gugus Tugas memutuskan untuk menyergap kapal kargo tersebut saat masih diperairan internasional, ini berarti operasi dilakukan dimalam hari. - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Pimpinan Operasi mengumpulkan Team VBSS untuk Briefing Pra Tugas - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Tim VBSS berangkat dari Kapal USS Lewis B. Puller menaiki 3 speedboat, dengan bantuan pengintaian dan penginderaan dari 2 Helikopter dan Drone. - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Speedboat sampai di kapal kargo dan sebuah tangga taktis dipasangkan dan dinyatakan “perfect hook,” maka dengan cepat Navy SEAL menaiki kapal kargo tersebut. - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Disaat 7 orang Navy SEAL sudah memasuki kapal gilirannya adalah Chambers dan beliau mengikuti rekan-rekannya yang mengambil jalan pintas (shortcut) dengan melompat langsung ke pagar kapal. - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Chambers yang terbebani 21,7 Kg gagal menguasai keadaan terlepas pegangannya dan terjatuh ke laut. - Countdown, Jam? : Menit ?: Detik ?
- Ingram melompat ke permukaan laut mencoba menyelamatkan Chambers. - Countdown, Jam 0 : Menit 0: Detik 47
- Chambers dan Ingram Tenggelam Tewas - Countdown, Jam 0 : Menit 0 : Detik 0
Dengan mencermati rangkaian momen kritis tersebut kita dapat melihat bahwa momen kritis yang paling signifikan ada di nomor 6 dan nomor 7, Chambers sebagai personil ke 8 yang memasuki kapal (diatas kapal sudah ada 7 Personil Navy SEAL) melakukan tindakan tidak aman yang tidak diperlukan (unnecessary unsafe act) dengan membypass tangga padahal sebagai personil ke delapan Chambers tidak dimaksudkan sebagai personil yang akan memulai suatu gun fight itu sebabnya Chambers dibebani sejumlah beban gear dan equipment sampai 21,7 Kg, adapun Ingram melakukan tindakan tidak aman berikutnya yaitu melompat kelaut tanpa terlebih dahulu melepas beban 36,2 Kg.
Unsafe Conditions + Unsafe Act = Accident / Nearmiss
kondisi tidak aman (antara lain : malam, sea state 4 – 6) bertemu dengan tindakan tidak aman yang dilakukan oleh Chambers dan Ingram mengakibatkan Fatality.
Meskipun demikian banyak pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini kami mencatat antara lain :
- Keterbukaan informasi, sepertinya pihak otoritas militer Amerika sadar betul bahwa mereka dibiayai oleh pembayar pajak sehingga sadar diri untuk membuka ke publik informasi yang aman sebagai bentuk pertanggunjawaban, tidak semua otoritas militer dibanyak negara mempunyai kesadaran seperti ini.
- Menemukan sistem yang gagal, Investigasi terhadap musibah (disaster) yang melibatkan personil militer seringkali menyasar siapa yang bertanggungjawab, ini yang menyebabkan pihak militer cenderung menutupi kasus kecelakaan padahal dalam suatu investigasi kecelakaan ada yang lebih penting lagi yaitu menemukan sistem dan atau safeguard apa yang gagal atau underperform jauh lebih penting daripada sekedar mencari personil atau pihak yang paling bertanggungjawab.
- Pelatihan Safety, Sudah saatnya personil militer menerima Pelatihan Safety, Identifikasi Bahaya (Hazzard Identification), Penilaian Resiko (Risk Assessment) adalah ilmu keselamatan yang paling mendasar, Chambers dan Ingram gagal melakukannya.
- Mitigation Planning, Perlu direncanakannya Mitigasi “Sapu Jagat” untuk mengantisipasi segala kemungkinan, sejak pakem dalam dunia militer : “Do not expect your plan are going as you plan”. Ingram melompat ke permukaan air untuk menyelamatkan rekannya lebih merupakan tindakan spontan dan bukan karena ditugaskan oleh pimpinan operasi dalam hal ini pimpinan operasi gagal merencanakan (fail to plan).
“Anda tidak jatuh karena lemah, anda terjatuh karena merasa kuat” – Anonim
Demikian catatan editor.
Disclaimer : Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk tujuan komersil tanpa seizin redaksi INDONESIAMANDIRI.WEB.ID
Editor: Anries Tanuradena
Sumber: The Guardian, CBS News, eurasiantimes.com