Kekuatan Indonesia itu terletak pada budaya. Banyak orang menggunakan diplomasi ekonomi, tetapi saya percaya diplomasi ekonomi itu masih berada di baw
Diplomasi budaya lebih menyentuh |
Diskusi diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA serta dipandu oleh Swary Utami Dewi. Wahid Supriyadi adalah diplomat karier yang pernah menjadi Duta Besar RI di Uni Emirat Arab serta Rusia.
Berdasarkan pengalamannya, Wahid menyatakan, ketika ia menggunakan pendekatan budaya, banyak orang asing tersentuh. Dirinya pernah ditanya oleh orang di Rusia, mengapa Indonesia bisa tetap bersatu padahal sangat beragam, terdiri dari begitu banyak suku, agama, bahasa, dan sebagainya.
“Hal ini tidak pernah ditanyakan oleh kita di Indonesia, karena seolah-olah persatuan itu ya sudah gifted, begitu saja. Awalnya, saya juga tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan orang Rusia itu,” ujar Wahid.
Namun, kata Wahid, lalu menjawab dengan kisah tentang Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, ketika pemuda dari berbagai suku dan daerah berkumpul. Mereka mendeklarasikan: satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Wahid Supriyadi |
Di Indonesia, tidak demikian halnya. Yang dijadikan bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. Padahal, bahasa Melayu hanya dituturkan sekitar 5 juta orang ketika itu. “Dan 40 persen warga Indonesia saat itu adalah orang Jawa. Tetapi orang Jawa tidak pernah memaksakan agar bahasa Jawa dijadikan bahasa nasional,” ungkap Wahid (ma).
Foto: istimewa