Kita perlu memberi lampu kuning bagi tingkat moderasi beragama di kalangan milenial, karena 53,7 persen generasi milenial, yakni mereka yang berusia 1
Generasi mileneal menjadi tumpuan harapan |
Hal itu dikatakan Satrio Arismunandar, doktor filsafat dari Universitas Indonesia, mengomentari tema webinar Moderasi Beragama di Kalangan Milenial, yang diadakan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA (19/1).
Satrio menjelaskan, pernyataannya didasarkan pada hasil survei CSIS (Center for Strategic and International Studies) pada 2017, bertajuk “Ada Apa dengan Milenial: Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik.” Sampel dari survei ini adalah 600 orang yang terdiri dari seluruh provinsi secara proporsional. Ada dua pertanyaan dasar yang diajukan, terkait dengan sikap keberagamaan kaum milenial.
Yaitu, penerimaan terhadap pemimpin yang berbeda agama dan sikap bila ada gagasan yang hendak mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Pertanyaan ini dijadikan sebagai indikator untuk menjelaskan sikap generasi milenial dalam kaitannya dengan toleransi beragama.
Dari survei CSIS ini, responden berusia 17-29 tahun (generasi milenial) yang menjawab “bisa menerima pemimpin yang berbeda agama” adalah 38,8 persen. Sedangkan, responden berusia di atas 30 tahun (generasi non-milenial) yang menjawab demikian 39,4 persen.
Responden usia 17-29 tahun (generasi milenial) yang menjawab “tidak bisa menerima pemimpin yang berbeda agama” sebanyak 53,7 persen. Sedangkan, responden berusia di atas 30 tahun (generasi non-milenial) yang menjawab demikian 58,1 persen.
Kehadiran generasi milineal juga penting di tahun politik 2024 |
Lalu, responden berusia 17-29 tahun (generasi milenial) yang menjawab “tidak setuju” sebanyak 90,5 persen. Sedangkan responden berusia 30 tahun ke atas (generasi non-milenial) yang bersikap sama ada 85,4 persen.
“Posisi generasi milenial ini penting karena pemilihan umum 2024 mendatang akan didominasi oleh kaum generasi Z dan milenial, yang rentang usianya 17-39 tahun,” papar Satrio. Jumlah kaum generasi Z dan milenial ini mendekati 60 persen, berdasarkan periode survei CSIS lainnya yang diadakan pada 8-13 Agustus 2022, yang mencakup 34 provinsi (ma).
Foto: Istimewa