IndonesiaMandiri - Berbagai umat beragama di Indonesia berusaha meramu atau merangkum identitas keagamaan dan identitas keindonesiaan. Jika ramuan ini
Identitas keagamaan dan keIndonesiaan sebagai aset bangsa |
Satrio Arismunandar, lulusan S3 Filsafat Universitas Indonesia ini mengomentari webinar Menjadi Kristen di Indonesia, yang diadakan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA. Webinar itu berlangsung di Jakarta (22/12).
Sebagai narasumber adalah Pdt. Dr. Albertus Patty, MA, M.St, Pendeta GKI Maulana Yusuf Bandung. Satrio Arismunandar mengutip ucapan Albertus bahwa umat Kristen memiliki dua identitas sekaligus, sebagai orang Kristen dan sebagai orang Indonesia.
Menurut Satrio, meramu atau merangkum dua identitas itu gampang-gampang susah. Jika gagal paham atau salah dalam cara meramu, yang terjadi bukan rangkuman, tetapi malah pertentangan antar-identitas.
Identitas keagamaan dipertentangkan dengan identitas keindonesiaan. Dampaknya akan sangat buruk. “Tetapi jika rangkuman itu berhasil dan terpadu harmonis, maka dampaknya akan positif luar biasa,” ujar Satrio.
“Problem kita adalah bagaimana bisa tercapai 100 persen Kristen sekaligus 100 persen Indonesia, atau 100 Katolik sekaligus 100 persen Indonesia, atau 100 persen Islam sekaligus 100 persen Indonesia,” lanjut Satrio.
“Pemahaman ini akan memperkuat persatuan nasional, karena semua umat beragama disatukan oleh keindonesiaan yang sama, di mana keindonesiaan itu sendiri berpadu harmonis dengan identitas keagamaan masing-masing,” jelasnya.
Satrio Arismunandar |
“Di Timur Tengah, tempat lahirnya agama Yahudi, Kristen, dan Islam, ada konteks lokalnya sendiri. Sedangkan untuk kita di sini, konteks lokalnya adalah keindonesiaan,” terang Satrio (ma).
Foto: abri/istimewa