“TNI AL perlu kapal MCMV untuk menjaga perairan Indonesia aman, bebas dari gangguan dan ancaman senjata bawah air terutama ranjau, serta untuk members
Kapal canggih penyapu ranjau perkuat pertahanan laut Indonesia |
Kasal menghadiri langsung pemesanan dua alat utama sistem senjata (alutsista baru) jenis jenis MCMV (Mine Counter-Measure Vessel) yang merupakan kapal perang jenis Buru atau Penyapu Ranjau produksi Abeking & Rasmussen (A&R) Shipyard, Jerman.
Acara Ship Naming dua unit Kapal MCMV 60 yang diberi nama Pulau Fani dan Pulau Fanildo, sekaligus Ship Launching 1 kapal yaitu Pulau Fani, dipimpin langsung Kasal Laksamana TNI Yudo Margono di Galangan Abeking & Rasmussen, Lemwerder, Jerman (11/10).
Ship Naming atau pemberian nama kedua kapal tersebut secara seremonial diberikan oleh Ibu Vero Yudo Margono selaku “Ibu Kandung Kapal” dengan prosesi pemotongan tali pengikat kendi untuk pemecahan kendi ke badan kapal. Selanjutnya Ibu Wamenhan menekan tombol nama kapal. Sementara pelaksanaan Ship Launching Pulau Fani ditandai dengan dengan memotong tali tambat kapal dengan menggunakan kampak oleh Kasal Laksamana Yudo.
Kedua kapal jenis MCMV buatan A&R ini lebih canggih dengan teknologi peperangan ranjau modern dibandingkan kapal buru ranjau yang telah dioperasionalkan TNI AL sekarang. Kedua kapal ini memiliki beberapa keistimewaaan diantaranya berbahan baja non magnetik yang sementara ini hanya ada di galangan luar Indonesia, memiliki degausing system untuk mengurangi kemagnetan kapal, dan dilengkapi penggerak motor elektrik untuk mengurangi tingkat kebisingan.
Selain itu, memiliki dimensi lebih besar dengan panjang 61,4 meter dan lebar 11,1 meter, adai peralatan sonar terbaru yang mampu mendeteksi dan mengklasifikasi kontak bawah air, ROV (Remotely Operated Vehicle) untuk identifikasi dan netralisasi ranjau, AUV (Autonomous Underwater Vehicle) membantu mendeteksi dan mengklasifikasi kontak bawah air.
Kasal Laksamana Yudo (jas biru) saat melepas kapal baru di Jerman |
Laksamana TNI Yudo menjelaskan urgensi pengadaan kedua kapal tersebut adalah dikarenakan Indonesia memiliki laut sangat luas, dimana 2/3 wilayah Indonesia terdiri dari lautan yang masih banyak terdapat ranjau laut peninggalan perang dunia ke-2, di samping itu juga karena dinamisnya perkembangan teknologi persenjataan ranjau saat ini (bp).