TNI AL dalam hal ini Pusat Hidro-oseanografi TNI AL (Pushidrosal), mengirimkan delegasinya mengikuti pertemuan Sub-Committee on Undersea Feature Names
Paris (IndonesiaMandiri) – TNI AL dalam hal ini Pusat Hidro-oseanografi TNI AL (Pushidrosal), mengirimkan delegasinya mengikuti pertemuan Sub-Committee on Undersea Feature Names/SCUFN ke-35 dalam forum internasional Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO, di Paris, berlangsung dari 14 hingga 18 Maret 2022.
Delegasi Indonesia dipimpin Kolonel Laut (P) Dr. Oke Dwiyana, Kepala Dinas Pemetaan Pushidros TNI AL menyampaikan pentingnya data penamaan fitur bawah laut sebagai bentuk dasar laut sesuai dengan struktur topografi yang ada. Ini memberikan arti penting sebuah lokasi atau tempat sebagai sarana aktifitas di laut, seperti keselamatan pelayaran, perlindungan lingkungan laut, ekonomi, kewilayahan, sejarah, bahkan politis.
Sidang SCUFN dipimpin oleh Dr. Hyun Chul Han dari The Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) dan Dr. Ohara dari International Hydrographic Organisation, beserta 10 anggota dewan yang merupakan perwakilan dari IOC dan IHO.
Pengetahuan rinci tentang bentuk dasar laut sangat penting bagi keselamatan navigasi, digunakan untuk banyak aplikasi lain serta ilmu pengetahuan. Peta laut sebagai sarana visualisasi bentuk rinci dasar laut memainkan peran penting dalam melestarikan, memanfaatkan laut dan sumber dayanya untuk pembangunan berkelanjutan, khususnya bagikepentingan navigasi selama berabad-abad.
Namun, sebagian besar perairan NKRI masih belum dijelajahi, diamati dan dipetakan. Hanya sebagian kecil dari dasar laut yang telah dipetakan secara sistematis dengan survei hidrografi yang dilaksanakan sejak era kolonial Belanda hingga saat ini.
IHO mengidentifikasikan fitur dasar laut ke dalam 42 kategori istilah umum (generic term), sesuai dengan Publikasi IHO B-6 Standardization of Undersea Feature Names, seperti: Alur Pelayaran (Sea Channel), Kedangkalan (Shoal), Gunung Bawah Laut (Seamount), Lembah (Valley), Puncak Tinggian (Peak), Bukit (Hill), dan lain-lain dengan spesifikasi atau kriteria khusus setiap fitur tersebut untuk dapat ditentukan ke dalam 42 kategori tersebut.
Tentunya, penentuan tersebut sangat tergantung kepada kelengkapan data hidrografi yang ada. Dalam hal ini, semakin lengkap dan akurat data hidrografi yang tersedia akan semakin jelas bentuk fitur yang akan di tentukan kategorinya.
Pada sidang SCUFN ke-35 (2022) di Paris, Indonesia mengajukan proposal nama fitur bawah laut sejumlah 10 nama fitur bawah laut di perairan Laut Halmahera dan Laut Banda. Ada beberapa negara lain yang juga melakukan submisi penamaaan fitur bawah laut seperti: Amerika Serikat, Filipina, Jerman, Korea Selatan, China, Selandia Baru, Vietnam, Malaysia, Jepang, dan Brazil (ma).