Jakarta (IndonesiaMandiri) – Pandemi Covid-19 juga berdampak pada jumlah timbulan limbah medis yang terus meningkat, Pemerintah tengah menyiapkan semu
Penanganan limbah medis dari Covid-19 mendapat perhatian serius |
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan/LHK Siti Nurbaya menjelaskan, ada tiga langkah utama pihaknya dalam penanganan limbah B3 medis. Pertama, KLHK memberikan dukungan relaksasi kebijakan, terutama untuk fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) yang belum memiliki izin. Akan diberi dispensasi operasi dengan syarat insenerator suhu 800 derajat Celcius, dan diberikan supervisi.
“Jadi sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang juga sudah membuat lebih sederhana persetujuan (sebelumnya izin) dan diberikan utuh. Bukan lagi satu persatu izin per tahapan seperti sebelumnya,” jelas Siti dalam konferensi pers secara virtual usai mengikuti Rapat Terbatas Kabinet yang dipimpin Presiden RI tentang Pengelolaan Limbah B3 Medis COVID-19 (28/7).
Kedua, KLHK memberikan dukungan sarana, mengingat kapasitas untuk memusnahkan limbah medis masih sangat terbatas. Sarana pengelolaan limbah medis yang ada saat ini masih terpusat di Jawa, yakni lebih kurang 78%. KLHK sejak 2019 telah membantu sebanyak 10 unit insenerator kapasitas 150 kg/jam dan 300 kg/jam seperti di Sulsel, Aceh, Sulbar, NTB, NTT, Aceh, Sumbar, Papua Barat, dan Kalsel.
“Dalam kaitan ini, maka arahan Bapak Presiden hal ini agar dipercepat pembangunan sarananya seperti insinerator,”tambah Siti. Disisi lain, pasca tahun baru 2021 dan saat Idul Fitri, dikembangkan isolasi mandiri (isoman) di rumah/perumahan selain vaksinasi. Maka isoman diberikan dukungan drop box dan kantong plastik besar untuk pengumpulan limbah.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya |
Pada Ratas Kabinet tersebut, Presiden juga meminta untuk ada sistem penanganan yang baik, tertata dan tertib serta data yang terintegrasi. Sistem yang ada di KLHK, baru berupa collect data yang disusun beberapa bulan terakhir ini, dan mulai ada data sejak Maret 2021.