Beberapa tahun terakhir ini, kencenderungan atau tren wisatawan mengarah pada kepedulian untuk turut merawat lingkungan di destinasi yang dikunjunginy
Bicara sampah, semua masyarakat dunia sepakat untuk memberantasnya |
Hal ini ternyata dicermati juga oleh Agoda, platform perjalanan digital yang berbasis di Singapura. Di saat dunia memperingati Hari Lingkungan Hidup pada 5 Juni, Agoda pun melakukan survey di sejumlah negara kepada wisatawan. Misalnya, soal penggunaan produk plastik sekali pakai dan memberikan insentif finansial kepada penyedia jasa akomodasi yang memaksimalkan penghematan energi adalah langkah utama yang harus dilakukan untuk menjadikan wisata lebih berkelanjutan.
Lalu, membuat lebih banyak kawasan terlindungi (protected areas) untuk membatasi jumlah pengunjung dan meniadakan pemakaian perlengkapan mandi sekali pakai adalah dua langkah utama lainnya. Temuan dari survei mencatat, pariwisata yang berlebihan (over tourism), serta pencemaran pantai dan jalan air (waterway) adalah dua kekhawatiran utama dari dampak pariwisata, dengan deforestasi dan pemborosan energi (termasuk pemakaian listrik/air yang berlebihan) di posisi ketiga.
Pemerintah dinilai pihak paling bertanggung jawab untuk membuat perubahan, menjadikan wisata jadi lebih berkelanjutan dan berkualitas. Di seluruh dunia, orang menganggap pemerintah sebagai pihak paling bertanggung jawab untuk membuat perubahan positif terhadap lingkungan pariwisata, diikuti otoritas pariwisata dan perseorangan masing-masing. Dalam hal menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah, Indonesia dan Inggris (UK) paling banyak melakukannya (36%), diikuti Cina 33%, Australia (28%) dan Malaysia (27%) berada di urutan keempat dan kelima.
Negara-negara yang paling mungkin menunjuk diri sendiri sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mewujudkan wisata berkelanjutan adalah Thailand (30%), Jepang (29%) dan Amerika Serikat (28%). Sementara China (11%), Inggris (13%) dan Vietnam (14%) adalah negara-negara dengan kemungkinan terkecil untuk menempatkan tanggung jawab tersebut kepada perseorangan atau individu.
Survei Agoda menyoroti praktik-praktik yang dikaitkan dengan wisata ramah lingkungan atau berkelanjutan, seperti pemakaian sumber energi dan daya terbarukan (tenaga matahari, angin, hidroelektrik dan air), tidak menggunakan plastik sekali pakai, konservasi hewan dan meninggalkan jejak karbon yang lebih kecil.
Solusi penghematan energi lain seperti kartu kunci, atau sensor gerak, menggunakan produk pembersih natural adalah praktik penting lainnya. Menariknya, membeli produk lokal, menggunakan kembali sprei atau handuk selama liburan, dan mengunjungi lokasi terpencil adalah tiga terbawah dari 10 langkah yang dikaitkan dengan wisata berkelanjutan.
“Dari Survei Tren Wisata Berkelanjutan oleh Agoda terlihat, pesan-pesan seperti melakukan langkah sederhana mematikan lampu dan AC saat meninggalkan ruangan atau mengurangi sampah dengan meminimalkan penggunaan plastik sekali pakai, diterima oleh masyarakat di seluruh dunia. Hal lain yang juga terlihat jelas adalah walaupun pesan secara global bahwa pemerintah harus menjadi pemimpin dalam pengelolaan wisata berkelanjutan, ada tanggung jawab pada perilaku orang-orang itu sendiri,” jelas John Brown, CEO Agoda.
Salah satu cara termudah menanggapi kecemasan mengenai over tourism adalah mengunjungi destinasi yang jarang dikunjungi. Setahun belakangan ini, Agoda melihat ada peralihan pada pola perjalanan karena hanya dibatasi pada wisata domestik, dengan menjelejah tempat-tempat yang tidak begitu dikenal. “Jika dikelola dengan baik, hal ini tak hanya membantu pengusaha hotel independen dan penyedia akomodasi yang mengandalkan dolar dari wisatawan, namun juga bisa mengurangi beban lingkungan hidup pada area-area yang terlalu padat pengunjung,” sambung John.
Secara umum, hasil survey Agoda menggarisbawahi komitmen wisatawan untuk memelihara kualitas berwisata seperti, mengelola sampah selama bepergian (contoh: mengurangi penggunaan plastik sekali pakai), mematikan AC dan lampu saat meninggalkan ruangan, mencari akomodasi ramah lingkungan, nerusaha untuk mengelola jejak karbon (contoh: sebagian besar perjalanan dilakukan dengan menggunakan bis, kereta atau kapal, atau membayar biaya carbon offset), memakai kembali kelengkapan hotel seperti handuk atau sprei, berbelanja di toko lokal atau lebih memilih bisnis mandiri, kunjungi tempat wisata yang jarang diketahui, pungut sampah saat mengunjungi pantai, memakai alat mandi pribadi dan produk ramah terumbu karang saat mengunjungi pantai
Dari penggolongan negara, Filipina, Malaysia dan India adalah negara paling besar kemungkinannya mencari akomodasi ramah lingkungan. Singapura, Inggris dan Australia adalah negara paling mungkin berkomitmen untuk menggunakan kembali peralatan hotel seperti handuk, dan seprei dibanding Indonesia, Filipina, China dan Thailand yang sedikit kemungkinannya untuk melakukan hal tersebut.
Indonesia, Filipina, dan Malaysia paling mungkin berkomitmen untuk pergi ke tempat yang kurang dikenali, demi wisata yang lebih berkelanjutan, dibandingkan Jepang, Inggris dan Taiwan yang merupakan negara kemungkinannya paling kecil melakukan hal tersebut.
Dalam mengelola sampah, termasuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai adalah komitmen teratas di semua negara, dengan Korea Selatan, Thailand dan Filipina adalah negara yang paling mungkin melakukan hal ini.
Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina dan China adalah negara-negara teratas yang berkomitmen untuk memungut sampah saat mengunjungi pantai. Responden dari Singapura, Taiwan dan Jepang adalah yang paling sedikit kemungkinannya untuk melakukan hal ini.
Bagaimana dengan wisatawan Indonesia? Responden Indonesia memberi perhatian terbesar pada over tourism, diikuti dengan pencemaran pantai dan jalur air, dan penggunaan plastik sekali pakai di akomodasi tujuan wisata.
Indonesia memiliki proporsi responden terbesar dibandingkan semua negara (setara dengan Inggris) yang yakin bahwa pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab di sektor pariwisata, dengan 36% mengindikasikan hal tersebut. Ini diikuti dengan 31% responden yang memilih otoritas pariwisata dan 17% yang menyatakan bahwa mereka sendiri yang memiliki tanggung jawab tersebut
Mengelola sampah dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, selalu mencari akomodasi ramah lingkungan, dan mematikan AC serta lampu saat meninggalkan kamar adalah tiga komitmen teratas bagi responden Indonesia saat bepergian pasca-COVID
Tidak menggunakan plastik sekali pakai di akomodasi, mencari akomodasi yang menggunakan energi terbarukan atau sumber air, dan destinasi yang jarang dikunjungi adalah tiga hal utama yang paling membantu responden Indonesia untuk wisata dengan lebih berkelanjutan
Mengunjungi tempat yang jarang didatangi wisatawan adalah salah satu cara kurangi mass tourism |
Mengenai praktik yang mereka asosiasikan dengan “wisata berkelanjutan”, sebanyak 41% mengatakan pelestarian hewan dan hal terkait sumber daya terbarukan. Di tempat ketiga, 39% mengaitkan wisata berkelanjutan dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai
Langkah-langkah lain yang disarankan adalah kemudahan mengidentifikasi pilihan perjalanan ramah lingkungan, diikuti dengan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai di akomodasi dan penerbangan, serta membuat kawasan terlindungi (protected areas) untuk membatasi jumlah wisatawan (ma).
Foto: abri