Bertepatan dengan Hari Hipertensi Nasional pada 17 Mei mendatang, Rumah Sakit Universitas Indonesia/RSUI gelar rangkaian seminar. Penyakit kardiovasku
Sebagian besar penyakit jantung disebabkan dari gaya hidup yang kurang disiplin |
Penyakit kardiovaskuler merupakan sekelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Empat dari lima kematian akibat penyakit kardiovaskuler didominasi serangan jantung dan stroke, sepertiga dari kejadian kematian ini terjadi pada orang usianya relatif muda. Di era pandemi Covid-19, penderita kardiovaskuler memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala berat saat terinfeksi Coivid-19. Dan risiko kematian yang 2-3x lipat lebih tinggi dibandingkan pasien Covid-19 tanpa penyakit kardiovaskuler.
Di saat hari lebaran, sebagian orang sering dijadikan ajang ‘balas dendam’, makan berlebihan setelah satu bulan berpuasa. Padahal konsumsi makanan berlebihan sangat berisiko mengalami gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi, stroke, atau penyakit jantung.
Saat seminar soal Kardiovaskular, RSUI menghadirkan narasumber pertama dr. Muhammad Hafiz Aini, Sp. PD, dengan materi “Lebaran Tiba, Pentingnya Mencegah Hipertensi sejak Dini”. Ia menyampaikan sekitar 1 miliar orang di dunia memiliki hipertensi, sebanyak dua pertiganya ada di negara-negara berkembang, dari 25,8% orang dengan hipertensi hanya sepertiganya yang terdiagnosis.
Faktor risiko hipertensi ada dua macam yaitu, faktor yang tidak dapat diubah (usia, jenis kelamin, genetik), dan hal yang dapat diubah (terkait gaya hidup seperti kurang aktivitas fisik, diet tidak sehat yang tinggi natrium/garam, obesitas, stres, dan merokok). Faktor hipertensi tersebut dapat mempengaruhi tekanan darah pada penderitanya.
“Tekanan darah normal jika nilai sistol kurang dari 120 dan diastol kurang dari 80. Seseorang dengan tekanan sistol lebih dari 140 dan diastol lebih dari 90 harus melakukan kontrol rutin hipertensi di fasilitas kesehatan. Jika tekanan darah sistol lebih dari 180 dan diastol lebih dari 120 dan ada keluhan mendadak, dikenal dengan krisis hipertensi, jika mengalami keadaan ini harus segera dibawa ke IGD” jelasnya.
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pengukuran tekanan darah di rumah yaitu, (1) Sebelum pengukuran pastikan istirahat 2-5 menit, posisi duduk, tidak minum kafein, minum obat rutin, dan tidak menahan buang air kecil. (2) Pengukuran sebaiknya dilakukan 2-3 kali dengan selang 1 menit yang dilakukan saat pagi atau malam selama 3-7 hari untuk mendapatkan variasi dan rata-rata tekanan darah. (3) disarankan menggunakan alat tensi digital (lengan), jangan lupa untuk kalibrasi alat, dan jangan banyak bergerak saat pengukuran.
Tips mengendalikan hipertensi yaitu dengan istilah PATUH (Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter; Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat, benar, dan rutin; Tetap diet dengan gizi seimbang; Upayakan aktivitas fisik secara rutin dan aman; Hindari asap rokok, alkohol, dan zat berbahaya lainnya.
Olahraga yang teratur menjadi salah satu terapi yang baik |
Narasumber kedua, dr. Dinda Diafiri, Sp.S tentang “Stroke saat Lebaran, Risiko dan Penanganannya”. Menurutnya, stroke di Indonesia masih menjadi pembunuh dan penyebab kecacatan nomor 1 untuk penyakit tidak menular sejak 2014 hingga saat ini. Budaya silaturahmi saat lebaran ke banyak rumah, kerap kali kita enggan untuk menolak makan yang disediakan.
Konsumsi makanan dan minuman tinggi kalori dan gula berlebihan seperti opor, rendang, es cendol dan es boba, berkurangnya aktivitas fisik saat lebaran, serta lupa minum obat dapat memicu terjadinya hipertensi dan stroke. Maka dari itu, untuk tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan, tetap melakukan aktivitas fisik, serta minum obat secara teratur sesuai dengan petunjuk dokter.
Waspada dengan Slogan SeGeRa Ke RS dari Kementerian Kesehatan RI terkait tanda stroke, yaitu 1) Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air minum secara tiba-tiba; 2) Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba; 3) BicaRa pelo/tiba-tiba tidak dapat bicara/ tidak mengerti kata-kata/ bicara tidak nyambung; 4) Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh; 5) Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba; 5) Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya, gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar, gerakan sulit dikoordinasi (tremor/gemetar/sempoyongan).
“Jika mengalami gejala-gejala tersebut, pasien harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan, karena setiap detiknya sangatlah berharga. Stroke memiliki periode emas yaitu 4,5 jam, jika dalam periode emas itu dapat segera ditangani, risiko kematian dan kecacatan stroke dapat diturunkan. Jangan menunda ke rumah sakit dengan harapan gejala akan mengalami perbaikan dengan sendirinya,” paparnya.
“Bila segera dibawa ke RS, penanganan stroke bisa menyelamatkan bagian otak yang belum mengalami kematian. Sehingga bisa dikatakan dapat mencegah kematian jaringan yang terlalu luas,” urainya. Banyak beredar mitos di masyarakat terkait stroke seperti diantaranya, melakukan tusuk jarum pada telinga, jari tangan, atau jari kaki saat mengalami gejala stroke, hal ini tidaklah benar,
“Stroke terjadi karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak, bukan pada pembuluh darah tepi anggota tubuh lainnya. Melakukan tusuk jarum pada anggota tubuh berisiko infeksi bila jarum tidak steril. Seseorang memiliki gejala stroke harus segera dibawa ke rumah sakit,” tutur dr. Dinda, Dokter Spesialis Saraf RSUI.
Narasumber ketiga yaitu dr. Muhammad Arza Putra, Sp.BTKV(K) yang juga Direktur Pelayanan Medik RSUI tentang “Bypass Selama Pandemi, Apa yang Harus Diketahui?”. Ia mengawali materi dengan data dari WHO yang menunjukkan, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia di 2015. Faktor risiko penyakit jantung sama dengan hipertensi dan stroke, yaitu ada yang tidak dapat diubah (usia, jenis kelamin, keturunan/ras), serta dapat diubah (kurang aktivitas fisik, obesitas, diet tidak sehat, stress, konsumsi alkohol, merokok, dislipidemia, diabetes melitus).
Pada umumnya gejala dari penyakit jantung koroner diantaranya keringat dingin, nyeri dada, ada rasa berat dan tertekan di dada, serta rasa mual atau nyeri pada ulu hati. Jika mengalami gejala ini segera konsultasikan ke dokter. “Kebanyakan masyarakat kurang waspada terhadap gejala-gejalanya dan banyak yang menganggap hanya ‘masuk angin’, ” aku Azra.
Operasi jantung bypass (CABG) dapat menjadi salah satu terapi penanganan dari penyakit jantung koroner. Tindakan ini dilakukan dengan menyambungkan pembuluh darah yang sehat sebagai “jalur” baru untuk mengalirkan darah ke pembuluh darah yang tersumbat atau mengalami penyempitan.
Dokter Arza juga menginformasikan beberapa hal harus diperhatikan sebelum operasi jantung, (1) stop merokok dua minggu sebelum operasi, (2) hentikan penggunaan obat pengencer darah sebelum operasi, (3) pemeriksaan komprehensif seperti rekam jantung, foto rontgen, dan laboratorium sebelum operasi, (4) puasa satu hari sebelum operasi, dan (5) swab PCR COVID-19 sebelum operasi elektif/terjadwal. Semua informasi terkait operasi akan dijelaskan kepada pasien sebelum operasi.
Siaran ulang dari seminar awam ini dapat juga disaksikan di channel Youtube RSUI melalui tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?