Bandung (IndonesiaMandiri) – Semua pihak merasa perlu menyampaikan gagasannya ke publik dengan narasi yang tepat dan benar. Terlebih sebuah lembaga se
Pelaku humas Kemenparekraf dan stakeholder terkait dibekali ilmu susun narasi publik yang tepat |
Bandung (IndonesiaMandiri) – Semua pihak merasa perlu menyampaikan gagasannya ke publik dengan narasi yang tepat dan benar. Terlebih sebuah lembaga seperti kementerian, yang sering diterpa berbagai gejolak. Di masa krisis pandemi COVID-19, penyusunan narasi menjadi hal sangat penting bagi sebuah kementerian, karena informasi yang dikeluarkan ke publik, harus tepat dan benar.
Hal ini yang membuat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) membuat “Pelatihan Peningkatan Kompetensi Pembuatan Narasi Publik”, di Hotel Padma, Bandung (23/11), bertujuan meningkatkan kompetensi pelaku parekraf di lingkungan internal dan stakeholders terkait dalam memproduksi narasi publik yang berkualitasl.
Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf/Baparekraf, Agustini Rahayu mengatakan, penyusunan narasi kebijakan publik merupakan bagian terpenting dari awal pekerjaan fungsi kehumasan. “Karena di Biro Komunikasi Kemenparekraf, membuat narasi publik sudah menjadi pekerjaan harian dan sudah seperti automatic pilot. Maka ke depan dibutuhkan peningkatan kompetensi untuk mempertajam kemampuan dalam menulis narasi,” jelasnya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, pembicara dari Tempo Institute Susandijani secara daring, serta CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication Firsan Nova, Staf Biro Komunikasi Kemenparekraf/Baparekraf, dan Perwakilan dari Sekolah Pariwisata dan Badan Otorita Pariwisata secara luring.
Susandijani menuturkan, hal paling penting dalam pembuatan narasi publik atau siaran pers adalah penyusunan lead yang menarik. Sebab hal ini bisa menjadi alat pemancing bagi audience untuk membaca tulisan. “Begitu juga dalam menentukkan judul. Judul sendiri maksimal terdiri dari tujuh hingga sembilan kata, karena judul harus mampu menggaet perhatian dan memenuhi keinginan audience,” terang Susan.
Menurut Susan, perlu atau tidaknya pembuatan narasi, tergantung dari nilai beritanya, memiliki impact yang besar atau tidak, kebaruan, keunikkan, tokoh atau pejabat publiknya, human interest, atau sedang menjadi perbincangan publik. “Hal tersebut perlu diperhatikan agar siaran pers yang akan kita sampaikan memiliki daya tarik bagi para pembaca,” tambahnya.
Sementara Firsan Nova membahas narasi dari sudut pandang krisis. Firsan mengatakan narasi yang baik sangat diperlukan dalam mengelola isu maupun krisis. Ia menjelaskan, terdapat tiga hal yang perlu di perhatikan dalam menghadapi krisis, yaitu citra, stakeholders, dan potensi penyebaran isu melalui media massa.
“Citra perlu dijaga pada saat menghadapi krisis, hal ini untuk mencegah krisis tersebut berdampak pada reputasi instansi maupun pejabat publik. Sedangkan dalam hal stakeholders, instansi perlu melakukan stakeholders mapping, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi apa yang akan digunakan untuk setiap stakeholdernya,” ulas Firsan.
Oleh karena itu, penting untuk menyusun narasi publik sebaik mungkin. Karena, sebuah narasi memiliki ruh atau nyawa, ketika narasi diucapkan, maka tidak mungkin bisa ditarik kembali.
“Mungkin kita bisa meminta maaf, tapi tidak bisa menghapus dari ingatan audience. Untuk itu, sebagai penulis harus berhati-hati dalam menyampaikan informasi terkait program atau kebijakan pemerintah,” ungkap Firsan (pn/ma).