Sragen (IndonesiaMandiri) – Suatu pagi di awal Agustus kemarin, tampak puluhan masyarakat, tua-muda, begitu bersemangat hadiri acara pembukaan Gerakan Bisa (bersih, indah, sehat dan aman) di halaman Museum Manusia Purba Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Gerakan BISA yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), memang dihadirkan untuk membangkitkan semangat daerah membenahi destinasi wisatanya, terkait dengan adaptasi kebiasaan baru (AKB) di masa pandemi Covid-19. Gerakan ini juga sifatnya padat karya, melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Museum Manusia Purba di Sragen sudah dikenal dunia dan diakui UNESCO |
Sragen (IndonesiaMandiri) – Suatu pagi di awal Agustus kemarin, tampak puluhan masyarakat, tua-muda, begitu bersemangat hadiri acara pembukaan Gerakan Bisa (bersih, indah, sehat dan aman) di halaman Museum Manusia Purba Sangiran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah.
Gerakan BISA yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), memang dihadirkan untuk membangkitkan semangat daerah membenahi destinasi wisatanya, terkait dengan adaptasi kebiasaan baru (AKB) di masa pandemi Covid-19. Gerakan ini juga sifatnya padat karya, melibatkan berbagai elemen masyarakat.
“Sudah hampir enam bulan kita terkena dampak Covid-19. Kita mesti belajar dari kejadian ini dan harus bangkit. Ayo kita majukan pariwisata di Sragen,” seru Agustina Wilujeng Pramestuti, Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, yang daerah pemilihannya asal Sragen, menyemangati sekitar 150-an masyarakat dari pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif/parekraf asal Sragen di Museum Sangiran.
Ketua DPRD Sragen, Suparno, yang ikut hadir dalam Gerakan BISA, sempat bersedih karena pariwisata di Sragen belum berkembang maksimal. Jadi, ia sangat berharap sekali melalui Gerakan BISA, masyarakat dan pemda ditopang dari pusat, lebih bergairah lagi hadapi tantangan cukup berat di masa pandemi.
Kemenparekraf juga memberi sejumlah bantuan berupa alat/sarana pembersih untuk diletakkan di berbagai destinasi wisata di Sragen, serta mengajak seluruh masyarakat, utamanya pelaku usaha parekraf, untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan di masa AKB. Gayung bersambut, para pelaku usaha parekraf dari berbagai destinasi wisata di Sragen (Pemandian Air Panas Bayanan, Wisata Alam Gunung Kemukus, Kampung Batik Kliwonan, Waduk Kedung Ombo, dan lain-lain) ikut hadir semarakkan Gerakan BISA. Mereka semua ikut membersihkan komplek Museum Sangiran, selama dua hari (3-4/8).
Mengapa dipilih titik kumpulnya di Sangiran? Karena museum ini sudah dikenal dunia sejak lama dan diakui lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang warisan dunia, UNESCO, sejak 1996. Jejak sejarah kemunculan manusia di dunia, ada dalam museum Sangiran. Jadi, tak ada kata “patah semangat” untuk memajukan potensi wisata Sragen. Apalagi, kini, tol trans Jawa sudah selesai. Dari dari Jakarta menuju Sragen, misalnya, bisa ditempuh sekitar enam-tujuh jam sudah bisa.
Sragen juga sangat beruntung karena dikelilingi kota tetangga yang juga banyak daerah wisatanya, seperti Karanganyar dan Solo. “Ini memudahkan yang membuat paket wisata bisa menggabungkan tujuan wisatanya secara terpadu, misalnya ke Solo dan Sragen, Karanganyar dan Sragen, atau ketiganya sekaligus,” jelas Daryanto, pelaku usaha Parekraf asal Sragen (ma).
Foto: abri