Pentingnya memelihara keseimbangan yang harmonis antara kehidupan manusia, satwa dan alam Jakarta ( IndonesiaMandiri ) – Seluruh dunia...
Pentingnya memelihara keseimbangan yang harmonis antara kehidupan manusia, satwa dan alam |
Dalam webinar digelar Food and Agriculture of the United Nations ((FAO) di Roma (5/6), guna memperingati Hari Lingkungan Hidup sedunia, Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu menyampaikan, pandemi ini telah menunjukan ketergantungan sangat erat antara manusia, satwa dan lingkungan. Kehilangan keanekaragamani hayati tak hanya meningkatkan kerentanan manusia terhadap penyebaran penyakit, tapi juga menjadi ancaman bagi sistem pangan, produksi pertanian dan mata pencaharian masyarakat.
Dari Indonesia diwakili Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatan/KSDAE-KLHK, membagi pengalaman Indonesia dalam mengelola keanekaragaman hayati melalui ekosistem berkelanjutan dari aspek ekologi maupun sosial. Wiratno menegaskan kembali pernyataan Menteri LHK pada diskusi SOFO 2020, “Indonesia telah melakukan serangkaian tindakan korektif dalam mendukung penurunan laju deforestasi global melalui pengelolaan karhutla dengan perbaikan peringatan dini, antisipasi dan mitigasi. Tindakan korektif lain meliputi penanganan perhutanan sosial, pengelolaan keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, rehabilitasi hutan dan lahan, penegakan hukum, serta pengelolaan gambut melalui moratorium izin baru, pemanfaatan secara tepat dan pengaturan muka air tanah dengan teknologi hidrologi”.
Menurut Wiratno, dari hasil penelitian yang telah dilakukan pekerja di lapangan berkerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan dalam bioprospeksi atau pemanfaatan sumber daya genetik yang mendukung kebutuhan pangan dan farmasi, sebagai contoh riset Candidaspongia sp. di TWA Teluk Kupang untuk anti kanker, dan penelitian mikroba, berguna bagi tanaman di TN Gunung Ciremai yaitu Cendawan (Hursutella sp dan Lecanicillium sp), Isolat bakteri pemacu pertumbuhan (C71, AKBr1, dan AKS), dan Isolat bakteri antifrost (PGMJ1 dan A1). “Pemanfaatan ekosistem serta konservasi jenis dengan pendekatan ekowisata berbasis masyarakat dapat menjamin jasa ekosistem tersebut dapat berkelanjutan, sebagai contoh Desa Saporkren dengan Pengamatan Burung Cendrawasih serta Ekowisata Tangkahan”, jelas Wiratno.
Sekretaris Eksekutif Convention on Biological Diversity (CBD) memaparkan, tekanan berlebihan kepada alam telah meningkatkan resiko penularan penyakit dari satwa liar kepada ternak maupun dari hewan kepada manusia. Direktur Jenderal Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (World Organization for Animal Health atau Office International des Epizooties/OIE) menambahkan, menata hubungan antara manusia, hewan dan lingkungan sangatlah penting dalam pengendalian kesehatan satwa dan manusia serta lingkungan.
Foto: abri