Konflik internal di Kementerian ESDM berdampak krisis energi Jakarta ( IndonesiaMandiri ) - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny ...
Konflik internal di Kementerian ESDM berdampak krisis energi |
Jakarta (IndonesiaMandiri) - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny Keraf yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup (1999-2001), menepis tudingan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan yang menyebut DEN kurang berkontribusi dan hanya menghabiskan anggaran. “Tidak benar kalau (Menteri) Jonan bilang DEN tidak ada hasilnya,” ucap Sonny dalam rilisnya (13/7).
Nah, ini yang ditanggapi Sonny bahwa justru Jonan keliru. Misalnya soal pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) tak jelas berujung pada membengkaknya impor minyak dan gas saat ini. Oleh sebab itu, Sonny menyatakan Menteri Jonan layak dicopot oleh Presiden Joko Widodo. DEN sendiri adalah lembaga kebijakan energi dengan kerja nyata, seperti merumuskan kebijakan energi nasional yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional 79/2014 serta menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dokumen tersebut, kata Sonny seharusnya disusun bersama dengan Kementerian ESDM lalu ditetapkan DEN. Namun kenyataannya, DEN harus merombak total rancangan RUEN sendirian sebelum akhirnya diterbitkan Perpres 22/2017.
Fungsi DEN lainnya ucap Sonny, menetapkan kondisi krisis dan darurat energi (Perpres 41/2016) dan melaksanakan pengawasan pelaksanaan kebijakan energi lintas sektor. “Bahkan DEN membantu penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) 34 propinsi,” katanya. Sonny justru mempertanyakan mengapa usulan implementasi kebijakan yang dari Anggota Unsur Pemangku Kepentingan (AUPK) justru ditolak Jonan, selaku Menteri ESDM merupakan Ketua DEN. Belakangan usulan tersebut malah disetujui dan diputuskan Presiden Joko Widodo. Misalnya soal pemberlakukan B20 dan ujicoba B30 untuk bahan bakar nabati.
Juga soal feed in tariff untuk listrik EBT. Meski dalam RUEN yang ditetapkan DEN, ketentuan feed in tariff EBT agar diberlakukan, tapi Menteri Jonan malah mengeluarkan kebijakan harga dengan ketentuan 85% BPP yang justru menghambat pengembangan EBT. Padahal pengembangan EBT akan berkontribusi besar bagi penurunan emisi gas rumah kaca (ma).
Foto: Istimewa